Headlines News :
Home » » Legenda Desa Bonang

Legenda Desa Bonang

Kejadian peristiwa ini masa kerajaan Demak. Menurut cerita tutur tinular sesepuh pada masa kerajaan Demak, Sunan Bonang mendapat undangan dari Raden Patah, pendiri kerajaan Demak yang sebelumnya menjabat menjadi Bupati Demak. Sunan Bonang menjalani perjalanan melewati jalan laut lan darat. Perjalanan lewat laut dijalani dengan menaiki perau. Sunan Bonang juga termasuk salah satu wali sanga yang menyebarkan ajaran islam di tanah jawa.Sunan Bonang juga termasuk orang yang membantu berdirinya kerajaan dan Masjid Demak. Saat melakukan perjalanan darat, Sunan Bonang bertemu sama pemuda yang namanya Raden Said di alas Jatiwangi. Raden Said diusir sama orang tuanya dari kadipaten Tuban karena ketahuan suka merampok harta dari tuan tanah dan hartawan yang kaya. Uang rampokan itu lalu dibagikan sama fakir miskin.

Masyarakat menamakan dia dengan sebutan Brandal Lokajaya. Di sana Sunan Bonang di hadang sama Raden Said mau di rampok harta bendanya, tapi Sunan Bonang hanya membawa tongkat yang pegangannya terbuat dari emas.Setelah dekat, Raden Said menghadang langkah Sunan Bonang yang memakai baju jubah putih.

“Orang tua, kelihatannya kamu tidak buta, kamu juga masih kuat berjalan, tapi kenapa kamu menggunakan tongkat?” tanya Raden Said.

“Memakai tongkat ini saya tidak akan kesasar walau aku berjalan di tempat yang gelap.” Jawab orang tua itu.

“Tapi sekarang masih siang, tanpa memakai tongkat itu kamu masih bisa berjalan dengan baik.” Bantah Raden Said. Orang tua itu lalu memandang Raden Said.

“Tongkat itu adalah pegangan, orang hidup atau berjalan harus mempunyai pegangan supaya tidak berjalan di jalan yang sesat.”.

“Saya mau melihat tongkatmu,” Tanya Raden Said.

“Dari melihat nanti bisa mempunyai rasa ingin memiliki. Tidak baik punya keinginan ingin memiliki kepunyaan orang lain.” Kata orang tua itu.

Tanpa bicara lagi Raden Said merebut tongkat itu sampai orang tua itu terjatuh di tanah. Raden Said lalu memandangi tongkat itu, aneh, tongkat yang asalnya bergagang emas berubah menjadi kayu biasa.

Sunan Bonang dengan susah payah berdiri sambil menangis. Raden Said tambah heran.

“Jangan menangis,orang tua, ini tongkatmu saya kembalikan.” lalu Raden Said memberikan tongkat yang di pegangnya.

“Saya menangis bukan karena tongkatku kamu ambil, tapi saya menyesal dan merasa berdosa, Karana saya jatuh dan tidak sengaja saya mencabut rumput yang tidak salah.”

“Cuman sebatang rumput saja kamu merasa berdosa,?” Tanya Raden Said.

“Rumput juga ciptaannya Allah. Saya mencabut rumput ini tanpa ada gunanya, kalau saya mencabut untuk pakan ternak itu tidak masalah tapi kalau tidak ada gunanya itu dosa.”

Raden Said kaget mendengar ucapan filosofis itu.

“Kenapa kamu tega bertindak kasar sama orang tua.”?

“Aku pengen harta.” Jawab Raden Said.

“Untuk apa?” Tanya orang tua.?

“Mau saya berikan untuk fakir miskin.” Jawab Raden Said.

“Sangat baik niatmu, tapi kamu memakai cara yang salah, jawab orang tua itu.

“Apa maksudmu?”

“Allah suka sama pekerjaan yang baik dan cuma mau menerima amal dari pekerjaan yang baik dan halal.” Jawab orang tua itu.

Raden Said tambah kaget mendengar ucapan itu.

“Jelasnya, Allah tidak menerima pemberian dari bayang yang haram. Jadi sia-sialah pemberian yang kamu berikan dari hasil merampok selama ini. Kalau kamu ingin harta. ini ambillah! itu barang halal!” dengan menunjuk pohon aren yang ada di sebelahnya.

Seketika pohon aren itu menjadi emas. Ranting, daun, buah, semuanya menjadi emas. Lalu Raden Said mengeluarkan ilmunya. Dikiranya orang tua itu menggunakan ilmu sihir. Sebab kalau orang tua itu memakai ilmu sihir pasti bisa di tangkal. Tapi orang tua itu tidak menggunakan ilmu sihir. Pohon itu bener-bener sudah berubah menjadi emas. Raden Said kaget, dia mencoba memanjat pohon itu, mau mengambil buah yang berhilau itu. Belum sampai atas, buah itu sudah pada rontok dan mengenai kepala Raden Said sampai pingsan.

Ketika Raden Said sadar. Pohon aren itu kembali asal. Buah yang tadi rontok berwarna emas sekarang menjadi hijau seperti buah aren biasa. Raden Said kebingungan, mencari orang tua yang tadi merubah pohon aren menjadi emas itu. Tapi orang tua itu sudah tidak ada kelihatan lagi. Raden Said punya pikiran kalau orang tua itu tadi sakti yang mempunyai ilmu tinggi. Mungkin dari golongan para ulama’ atau para wali.

Seketika Raden Said mengejar orang tua tadi. Dia kepingin menjadi muridnya.Sesudah bersusah payah mengejar, baru bisa melihat bayangan orang tua itu dari kejauhan. Orang tua itu hanya berjalan pelan-pelan, tapi Raden Said belum bisa mengejarnya. Sesudah Raden Said mempercepat larinya,Raden Said baru bisa menyusul orang tua itu di pinggir sungai.
“Ada apa kamu mengejarku?” Tanya orang tua itu.


“Maukah kamu menerimaku menjadi muridmu” Tanya Raden Said.

Orang tua itu tidak lain adalah Sunan Bonang beliau mau menerima Raden Said menjadi muridnya, dengan syarat raden Said harus melewati ujian kesetiyaan. Sunan Bonang menancapkan tongkatnya di pinggir kali dan Raden Said diperintahkan menunggui tongkat itu sampai Sunan Bonang kembali lagi.

“Apa sanggup kamu menerima syarat itu,?” Tanya Sunan Bonang.

“Sanggup Kanjeng Sunan.” Jawab Raden Said. Lalu Sunan Bonang meneruskan perjalanannya menuju Masjid Demak. Raden Said kaget melihat Sunan Bonang berjalan di atas air seperti berjalan biasa di daratan. Tambah mantep niat Raden Said untuk berguru sama Sunan Bonang. Setelah menyebrangi sungai Sunan Bonang meneruskan perjalanan.Sesudah berjalan Sunan Bonang merasa kelelahan dan ingin beristirahat, pada saat Sunan Bonang beristirahat, beliau mendengar ada orang yang sedang bermain bonang. Sebab di pemukiman itu banyak para pengrajin yang sedang mambuat bonang dari kuningan, salah satu perangkat gamelan dari jawa yang di gunakan untuk nggiringi suatu pagelaran seni.

Sejak itu desa kasebut dikenal dengan nama BONANG sampai sekarang. Desa bonang juga berdiri masjid, masjid itu menurut crita adalah adik dari Masjid Demak. Berdirinya Masjid Al-Karomah itu juga ada campur tangan dari Sunan Bonang, pada saat beristirahat di pemukiman tersebut, pada waktu shalat dzuhur, Sunan Bonang mau shalat, tapi tidak ada Masjid, lalu Sunan Bonang mengajak para warga bersama-sama mendirikan Masjid hingga menjadi Masjid Al-Karomah itu.

Sunan Bonang lupa sama Raden Said yang sedang menunggui tongkat di pinggir sungai (kali). itu sudah berbulan-bulan lamanya bahkan sudah tahunan. Sesudah ingat, Sunan Bonang lalu kembali untuk menemui Raden Said. Sunan Bonang ingin tau kesetiyaan Raden Said dalam menunggui tongkat tersebut. Sunan Bonang kaget ketika melihat Raden Said yang tetep setya menunggui tongkat tersebut di pingir sungai (kali) sambil semedi.

Menurut sumber lain Raden Said berdoa sama Allah agar ditidurkan seperti Allah menidurkan tujuh pemuda di Goa Kahfi bertahun-tahun. Doanya Raden Said dikabulakan Allah. Itu sebabnya Raden Said bisa tidur bertahun-tahun lamanya sampai badannya dipenuhi ranting dan dedaunan. Sunan Bonang baru bisa membangunkan sesudah beliau mengumandangkan suara adzan. Sesudah Raden Said terbangun dia diajak ke tempat Sunan Bonang. Disana dia di berikan pelajaran agama tingkat tinggi. Dengan kepintaran dan ketekunan Raden Said dalam belajar dia bisa mewarisi semua ilmu Sunan Bonang. 

Karana Raden Said pernah bertapa di pinggir sungai (kali) bertahun-tahun lamanya, maka sesudah Raden Said menjadi Wali, dia disebut dengan sebutan Sunan Kalijaga. Baju Takwa, Perayaan Sekaten, Grebeg Maulud, Layang Kalimasada, Lakon Wayang Petruk Dadi Raja, itu semua adalah ciptaannya Sunan Kalijaga.

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Di Mustika Kembar

Judul Artikel : Legenda Desa Bonang
Diterbitkan Oleh : Mustika Kembar
Artikel ini di patenkan pada myfreecopyright, apabila mengutip tanpa memberikan link balik pada artikel ini,akan di proses secara DMCA Takedown yang tentunya akan berakibat tidak baik pada blog saudara.
Anda dipersilakan copy paste artikel dengan mencantumkan url sumber di bawah ini :

Subscribe via RSS Feed by Mustika Kembar Indonesia
Share this article :
 
*Layanan ini disediakan oleh Mustika Kembar Tbk. | Halaman Awal ini juga disediakan oleh Mustika Kembar Tbk. | Semua layanan lain yang tidak memiliki tanda “*” akan menuju ke situs web pihak ketiga, yang kontennya mungkin tidak sesuai dengan undang-undang di wilayah Anda. Anda, bukan Mustika Kembar Tbk, bertanggung jawab penuh atas akses ke dan penggunaan situs web pihak ketiga.
Hak Cipta © 2014 Mustika Kembar Tbk (Co. Reg. BlogID. 7275316873062274503). Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
Kampus Wong Sinting | Mustika Kembar | Globalw4r3 | Google